That Day, We Meet Again.

sorry for typos or any errors. don’t take this story seriously!!!


“Nanti lo mau gue jemput jam berapa?”

Semi bertanya ketika sang sepupu, Sugawara, turun dari boncengannya. Tatapan laki-laki itu mengulurkan tangan kanannya, menerima helmet yang dipinjam sang sepupu.

“Nanti gue pulang sendiri aja. Lo ada latihan, ‘kan, sore ini.” katanya lalu terkekeh pelan. “Thanks, tumpangannya, Eita!” ujar Sugawara lalu melambaikan tangannya kepada Semi sebelum memasuki perpustakaan.

Hari minggu ini Sugawara akan menghabiskan seluruh waktunya di perpustakaan lagi karena besok sudah memasuki minggu ujian untuk anak-anak muridnya yang berarti, ia juga harus merekap nilai mereka selama satu semester ini.

Laki-laki dua puluh enam tahun itu sudah memiliki spot yang ia sukai, di pojok kanan dekat lorong fiksi-non fiksi. Dan sepasang iris kelabunya melihat bahwa di tempatnya, sudah ada seseorang yang menempati.

Ah, hanya satu orang.

Sugawara akhirnya pergi menghampiri tempatnya dengan langkah yang pelan.

“Permisi, saya ikut duduk di meja ini, boleh?” tanya Sugawara pelan, pelan sekali.

Sosok dengan jaket jeans serta bucket hat serupa dengan jaketnya itu mendongak, membuat Sugawara melangkah mundur sedikit karena jujur saja, ia sedikit terkejut mendapati bahwa di depannya, ada aktor terkenal. Oikawa Tooru.

“Oh? Hai!” sapa Oikawa dengan riang. Kali ini ia tidak menggunakan maskernya. “Tentu saja! Sepertinya aku yang mengambil tempat kesayanganmu.”

Sugawara segera mengambil tempat di hadapan Oikawa dan terkekeh pelan. “Tidak juga, ini tempat milik umum.” jawabnya sembari membuka tas ranselnya.


“Mengerjakan tugas?”

Oikawa yang sudah selesai membaca buku ke-limanya bertanya karena ia sedikit bosan dan penasaran akan laki-laki di depannya ini.

Sugawara mendongak seraya menggelengkan kepalanya pelan. “Tidak juga, aku hanya melihat nilai murid-muridku.” balasnya dengan senyuman tipis.

“Oh? Aku kira kamu ini mahasiswa,”

Sugawara terkekeh. “Aku terlihat muda, ya? Ada banyak yang bilang seperti itu,” balasnya pelan. “Kita berdua seumuran, kok.” lanjutnya seraya melirik Oikawa sekilas.

“Ah, senang sekali bertemu teman seumur.”

“Selamat atas berita proyek barunya, omong-omong.” ujar Sugawara ketika ia mengingat berita tentang film baru garapan produser yang tiga tahun kebelakang sedang naik daun.

Oikawa mengulas senyum senang kala sang lawan bicara mengungkit proyek barunya.

“Terima kasih! Kalau tidak salah, kamu ini salah satu sepupunya Mori, ya?” tanya Oikawa memastikan. Ya, sebetulnya ia sudah tahu, ia hanya tidak ingin percakapan mereka berakhir.

Sugawara mengangguk malu-malu. “Iya, tapi aku jarang sih interaksi sama dia kalau di publik gitu,” balasnya dengan kekehan pelan di akhir. “Aku kurang suka sama atensi publik, soalnya.”

Oikawa mengangguk pelan. Ia sedikit paham dengan apa yang Sugawara sebutkan karena salah satu temannya (selain Iwaizumi dan Yaku) juga sama seperti Sugawara; tidak terlalu menyukai atensi publik.

“Kalau kamu ada waktu, mau menghabiskan sisa sore di kafe dekat perpustakaan?”

Sugawara mengerjap, tak lama kemudian mengangguk pelan menjawab ajakan Oikawa.

“Tentu saja.”


2021. Ayasha.