Jaga Rumah Untuk Ibu, Ya?
warning character death, thought of being left.
Takashi berlari dengan panik ditemani dengan Ran dan Koko di belakangnya ketika pulang sekolah tadi Takashi mendapat kabar dari Ken kalau Ibu kritis.
Ran yang sedang santai di sekolah langsung menawarkan diri untuk mengantar Takashi menuju rumah sakit dan Koko yang memang menjemput Takashi dari gedung kelas sepuluh juga ingin ikut karena Koko sudah dekat dengan Ibu. Begitu juga dengan Ran, sebagai anak dari donatur utama panti asuhan membuat Ran sering kali bermain di panti sejak kecil.
“Ibu, gimana?” tanya Takashi pada Ken yang terduduk lemas dengan wajah yang pucat. Selain Ken, disitu sudah ada Yuzuha dan Keisuke yang sepertinya ikut panik menyusul Ken.
Ken mendongak menatap Takashi dengan kosong. Matanya memerah. Satu tangannya menarik Takashi agar mendekat dan memberi si laki-laki yang berulang tahun pelukan erat. Ken menahan tangis, Takashi tahu itu dengan jelas.
“Takashi, maaf,” ujar Ken di tengah pelukannya. “maaf harus ngabarin ini di hari kelahiran lo tapi Takashi, sore ini Ibu pergi. Ibu udah gak ngerasain apa itu sakit lagi.”
Tungkai Takashi melemah, tubuhnya jatuh begitu saja. Jika tidak ada Ken yang menahannya, Takashi sudah jatuh dengan keras di lantai.
Yuzuha menangis dengan kencang karena raut wajah Takashi saat ini sama seperti milik Ken beberapa saat lalu. Keduanya terlihat kosong dan masih merasa tidak percaya dengan apa yang baru mereka ketahui.
Ran dan Koko di ujung sana tidak dapat membuka suara. Keduanya sama terkejutnya dengan Takashi dan juga Ken, Yuzuha dan Keisuke beberapa saat yang lalu. Koko mengistirahatkan tubuhnya di atas kursi tunggu pasien karena ia juga merasakan kalau tungkainya melemas.
“Ini ada surat dari Ibu buat lo sama Aken. Tadi Aken bilang kalau dia mau baca suratnya barengan sama lo.” Keisuke memberi Takashi satu amplop putih dari Ibu.
Takashi membuka amplop tersebut dan membuka lipatan kertas berisi tulisan Ibu yang rapi dengan pelan. Hatinya masih belum sanggup, namun ia harus membaca pesan terakhir Ibu.
Ken dan Takashi, Ibu tidak tahu kalian akan membaca ini kapan tapi Ibu harap kalian tidak menangis saat membaca surat dari Ibu ini, ya. Anak-anak Ibu anak yang kuat, jadi tidak akan menangis. Kalian setuju bukan, dengan kalimat Ibu?
Ken, terima kasih sudah banyak membantu Ibu sejak kamu kecil sampai sekarang. Dulu kamu paling semangat saat bertemu dengan Takashi di hari ulang tahunnya, kamu juga yang paling semangat bermain dengan Luna dan Mana. Sampai kamu remaja juga, kamu yang paling semangat membantu Ibu mencari uang lebih padahal Ibu masih memiliki banyak simpanan untuk kalian semua. Ibu selalu menabung untuk kalian tapi kamu tetap berkata kalau kamu ingin membantu Ibu mencari uang karena kamu tidak ingin melihat Ibu bekerja terlalu keras. Ibu berharap Ken akan mendapatkan kehidupan yang layak di masa depan. Ken akan menjadi orang baik dan sukses, Ibu percaya itu.
Dan untuk Takashi, Ibu senang sekali waktu bertemu dengan kamu untuk pertama kalinya. Juga, ketika kamu memberitahu kalau hari itu adalah hari ulang tahunmu Ibu merasa kalau pertemuan kita adalah takdir. Bertemu Takashi di hari ulang tahun Takashi adalah kebahagiaan untuk Ibu. Kamu juga sama seperti Ken, selalu ingin membantu Ibu dengan bekerja dan mencari uang tambahan. Kamu dan Ken itu sangat mirip dari berbagai sudut pandang walau kamu lebih terlihat sedikit lembut daripada anak yang satu itu (jangan marah pada Ibu, Ken) kamu juga sedikit lebih dewasa dari Ken kalau Ibu perhatikan walau kalian berdua sama-sama memiliki pikiran dewasa. Takashi juga pandai mengurus anak bayi dan anak kecil, ya? Walau bagian bermain masih lebih pandai Ken.
Ken, Takashi, Ibu boleh meminta satu hal lagi pada kalian? Ibu juga meminta maaf kalau akhir-akhir ini Ibu selalu merepotkan kalian berdua dengan membuat kalian menjaga Ibu di rumah sakit setiap hari secara bergantian.
Ibu tidak mempercayai orang lain tentang ini kecuali kalian berdua anak-anak Ibu yang sudah dewasa. Ken, Takashi, jaga rumah untuk Ibu, ya? Ibu ingin kalian meneruskan perjuangan Ibu dengan rumah yang sudah Ibu bangun selama ini. Ibu ingin rumah ini menjadi rumah untuk kalian selamanya. Maaf kalau permintaan terakhir Ibu terlalu merepotkan kalian berdua. Tapi Ibu yakin kalau Ken dan Takashi pasti memiliki jalan keluarnya. Ibu sayang kalian berdua juga anak-anak yang lain, maaf Ibu harus meninggalkan kalian beban dan maaf Ibu tidak bisa memberi kalian pelukan lagi.
Keduanya hancur. Keduanya tidak menangis, tidak seperti empat anak manusia lain yang menangis ketika ikut mendengar Takashi membacakan surat dari Ibu.
Takashi semakin takut dengan yang namanya ditinggalkan juga ulang tahun. Ketika ia berulang tahun yang ke-tujuh, Ibunya meninggalkan ia, Luna dan Mana di depan panti asuhan. Dan hari ini, ketika ia secara resmi berusia delapan belas, Ibu meninggalkannya pergi menuju tempat paling nyaman.
Takashi takut, setelah ini siapa lagi yang akan meninggalkannya?
Esok masih ada ulangan akhir semester, namun di pikiran Takashi saat ini adalah bagaimana cara yang paling dewasa dan adil untuk mengabuli permintaan terakhir Ibu.
“Gue bakalan drop out dan ambil sekolah malam,” ujar Takashi setelah hening cukup lama di lorong. “dari pagi sampai siang gue bakalan urus rumah.”
Semuanya terkejut akan keputusan Takashi. Ken yang berada di sampingnya langsung menatap Takashi dengan tatapan tidak terima.
“Gak bisa. Lo udah susah payah buat dapet beasiswa dan lo gak boleh seenaknya gini. Ibu pasti sedih liat lo kayak gini, Takashi. Pasti ada jalan lain selain lo atau gue harus drop out dari sekolah.”
Takashi tersenyum tipis, terlihat seperti senyuman terpaksa. “Emang harusnya begitu, Ken. Di rumah harus ada yang ngurus anak-anak dari pagi terlebih bulan ini kita baru kedatangan dua bayi yang dimana mereka perlu didampingi setiap menit. Sama kayak apa yang Ibu tulis di surat, gue lebih pinter ngurus bayi jadi diantara lo sama gue, yang harus keluar adalah gue. Gue masih sekolah, kok, walau sekolahnya malam hari.” jelas Takashi panjang lebar.
Alasannya memang masuk akal, namun Ken masih tidak terima dengan drop out yang disebut-sebut Takashi.
“Gue bakalan beresin semua studi gue sampai gue nerima rapor gue, lo tenang aja. Gue minggu depan pasti bakalan ambil ulangan susulan dan nunggu dibagi rapor, lo gak usah khawatir.” ujar Takashi lagi.
Terkadang, Koko merasa kalau Takashi itu terlalu dewasa. Ia tidak tahu bagaimana isi pikiran Takashi dan ia juga tidak tahu apa yang akan Takashi lakukan. Koko tidak tahu apa Takashi sedang ketakutan atau hanya sedih dan bingung seperti Ken (Ken terlihat sangat sedih dan kehilangan arah, Koko dapat melihatnya dengan jelas).
“Lo gak perlu sekolah malam karena gue tahu jelas kalau lo dari pagi bakalan capek banget dimulai dari masak, ngurus anak-anak, ngajarin anak-anak jadi menurut gue, waktu malam lo lebih baik lo pakai buat istirahat. Gue bakalan kontak sekolah Seishu buat ngajar lo juga semester depan.” ujar Ran tiba-tiba. “Sebelum lo bilang, lo gak ngerepotin dan gak akan pernah ngerepotin. Lo dan seluruh anak di Bentala udah kayak keluarga gue, dari dulu Papa selalu bilang kalau lo berdua dan yang lain juga keluarga gue.”
Pada akhirnya, anak laki-laki yang selalu berusaha menjadi orang dewasa itu terjatuh dan menangis keras. Ken juga tidak bisa menahan terlalu lama dan menyusul Takashi, mengeluarkan segala kesedihannya.
Koko menghela nafas dengan lega, setidaknya Takashi sudah berusaha untuk jujur pada dirinya sendiri. Ia ingin mengenal Takashi lebih jauh, ia ingin mengenal Takashi berusia delapan belas, bukan Takashi yang bersikap layaknya orang dewasa.
2021.