BUANA.


“Sei!”

Seruan nyaring dari bilah bibir Akane membuat Seishu segera menolehkan kepalanya mencari arah suara itu dengan cepat.

Dari arah selatan, Seishu menemukan sosok kakak perempuannya yang sudah pergi selama satu bulan lamanya itu.

“TETEEEEH!”

Seishu berlari kecil menghampiri Akane dan memeluknya dengan erat setelahnya.

Taka dari belakang hanya bisa menyunggingkan senyum, ia teringat tahun lalu ketika Mana juga berlari menghambur kedalam pelukannya ketika ia pulang untuk menetap selama yang ia bisa disini.

“Oh? Ini pacarnya Sei, ya?” ujar Akane tiba-tiba dan melepaskan pelukan Seishu, merasa semangat karena akhirnya Seishu memiliki pacar lagi. “Ternyata kalau di lihat langsung lebih cakep, ya.”

Taka mengusap tengkuknya kaku, tidak mengerti apa yang harus ia lakukan jika berada di posisi seperti ini. Ia hanya mengangguk dan mengulas senyum canggung.

“Teteh jangan malu-maluin Sei kayak gitu.” Seishu merajuk, satu tangannya meraih koper dengan tas besar milik Akane dengan bibir mencebik.

“Sini biar aku yang bawa,” ujar Taka menarik koper di tangan Seishu dengan tenang. “Gak apa-apa, gak usah lihatin aku kayak gitu.”

“Aku yang bawa tasnya kalau gitu. Teteh kalau ke luar kota emang kayak bawa satu lemari, bawaannya super banyak.”

Akane memperhatikan adik dan pacar adiknya itu dengan seksama, ia terkekeh pelan.

“Aku masih ada disini lho, kalau kalian lupa.”

Seishu masih memasang wajah sebalnya, kali ini ia melirik ke arah Akane dengan tatapan memicing. “Aku inget soalnya kita berdua lagi ngomongin barang Teteh.”

Taka terkekeh, satu tangannya tanpa sadar terangkat dan memgusak surai yang baru saja dipoles menjadi gelap beberapa waktu yang lalu itu dengan gemas.

“Maaf ya, Taka, Seishu emang suka ngerajuk gak jelas kayak gini. Kamu pasti pusing nanggepinnya.” ujar Akane membuat Seishu melotot.

“Teteh jangan panggil Taka pakai sebutan Taka!?” protes Seishu tidak terima dengan panggilan yang baru saja Akane sebutkan. “Yang boleh panggil Taka cuma Sei doang.”

Akane mencubit pinggang Seishu pelan. “Teteh gak tahu nama pacar kamu siapa dan nama panggilannya apa,” ujar Akane membela dirinya sendiri. “dari semalem kamu Taka Taka mulu.”

Taka tertawa melihat adu mulut dari kakak beradik di hadapannya itu.

“Hadeh semalem aku udah jelas nyebut nama lengkapnya. Teteh panggilnya pakai Mitsuya aja. Mitsuya, oke?” ujar Seishu menekankan.


Waktu berlalu dengan cepat bagi Seishu. Saat ini ia sudah berada di rumahnya lengkap dengan Akane dan Taka—ini Akane memaksa Taka untuk mampir karena ia merasa bersalah sudah meminta keduanya untuk menjemput.

“Teteh berisik banget, ya?” tanya Seishu menghampiri Taka yang diberi perintah untuk duduk saja di meja makan, tidak diperbolehkan untuk membantu barang sedikit pun.

Taka menggeleng. “Enggak kok, yang paling berisik buat aku Baji sama Kazu.” jawab Taka dengan santainya.

Seishu mengangguk paham, ia paham kalau Taka pasti memaklumi tingkah laku Akane karena laki-laki yang menjadi pacar pura-puranya itu terlalu baik.

“Eh tadi Teteh lupa, Mitsuya ini asisten designer, ya?” tanya Akane seraya menyajikan beberapa lauk yang ia buat (sedikit dibantu Seishu) di meja makan. Taka mengangguk pelan. “Dimana itu? Maksudnya kerjanya sama designer lokal?”

“Iya designer lokal teh, di Couture.”

Jawaban dari bibir Taka sukses membuat Akane terkejut. Ia nyaris menjatuhkan piring keramik di tangannya karena terkejut. Itu brand ternama.

“Serius?”

Taka mengangguk, lagi. “Iya, Teteh. Aku emang dari kecil ada sedikit bakat jadi aku selalu bantu-bantu sampai Tante bilang aku harus kerja bareng beliau kalau udah besar jadi disini aku sekarang.” jelasnya membuat Seishu tersenyum bangga.

“Keren, 'kan?” tanya Seishu dengan nada bangga terdengar dengan sempurna.

Akane mengangguk. “Terlalu keren sampai Teteh mikir kok kamu mau sama Sei yang gak bisa apa-apa ini?” tanyanya dengan raut yang terlihat sok serius.

Seishu mencebik kesal. Mata cantiknya memutar dengan malas, ia segera mengambil posisi untuk duduk di samping Taka.

“Seishu baik, Seishu lucu dia suka marah-marah nggak jelas kalau ada orang aneh kalau menurut bahasanya Seishu terus Seishu juga—”

“—stop ngomong mending kita makan aja keburu makanannya dingin.” potong Seishu sembari membekap bibir Taka dengan telapak tangannya.

Entah karena Taka yang memang terlahir jahil atau ia memang ingin melakukannya, Taka segera memberi telapak tangan Seishu yang berada di sekitar bibirnya satu kecupan pelan. Membuat si empunya tangan membola dan menarik tangannya dengan cepat.

Seishu kembali menjadi merah. Ini kali kedua Taka melihat Seishu yang merah dan Taka ingin melihatnya lagi nanti.

Seishu tidak mengucapkan satu patah kata apapun, ia hanya menatap Taka dengan tatapan bertanya seperti ‘kenapa ia melakukan hal tersebut?’ dan masih ada banyak yang ingin ia tanyakan pada lelaki di sampingnya.

Tatapannya segera teralihkan kala Akane kembali mengajak Taka untuk berbincang seraya mengambilkan nasi untuk pasangan yang beberapa tahun lebih muda darinya.

Rasa bingung, malu dan kesal Seishu hilang begitu saja ketika ia melihat Akane akrab dengan Taka. Kalau boleh jujur, Akane ini sangat pemilih maka dari itu Seishu tidak pernah memiliki pacar baru setelah putus dari si sobat Kokonoi Hajime ketika SMP.

Akane (dan kedua orang tuanya) itu adalah dunia bagi Seishu. Atau ia sering kali menyebutnya buana miliknya. Memasuki buana milik Seishu itu sulit, begitu kata Michi saat Seishu menceritakan tentang kisah cintanya.

Seishu tersenyum menatap kedua insan yang baru saja saling mengenal itu dengan lamat. Keduanya berbincang dengan akrab, terkadang membicarakan pekerjaan, latar belakang Taka dan seringnya membicarakan Seishu. Kali ini Seishu tidak peduli mau Akane memberitahu Taka hal paling aneh pun ia tidak peduli. Melihat buananya memberi ruang untuk orang baru sudah membuat Seishu merasa penuh dan bahagia.

Hatinya menghangat.

Detik itu, Seishu lupa kalau ia dan Taka hanya berpura-pura.


2021.