About His First Love.
Matsuno Chifuyu berusia 20 tahun tidak menyangka kalau ia pernah mencintai laki-laki aneh namun indah sepuluh tahun yang lalu.
Peter Pan and Fairy Tale!au, Fantasy, Romance, Fluff, Hurt/Comfort, Angst (but it’s not that angst).
Warning: It’s my first time to write a fantasy au aside Wizarding World!au so please bear with me and give me your critism so I can improve! Thank you so much for reading this, enjoy the ride!
Chifuyu, 10 years old.
Debar jantung si surai pirang terdengar sangat cepat dan tidak beraturan, namanya Matsuno Chifuyu, anak tunggal keluarga Matsuno yang menetap di apartemen D nomor 355 dan masih berusia sepuluh tahun. Sepasang iris biru muda terang miliknya bergerak dengan cepat dan memperlihatkan kalau ia tengah ketakutan dengan jelas.
Dua puluh menit yang lalu ia baru saja pulang dari les matematika mingguannya dan di tengah perjalanan pulang, ia tiba-tiba dikejar oleh satu kelompok orang dewasa aneh yang membawa benda tajam juga benda besar lain—jangan lupa kalau tubuh mereka juga besar. Chifuyu tidak tahu mengapa mereka mengejar Chifuyu. Atau jangan-jangan, mereka penculik?
“Pst, ayo ikut aku!”
Chifuyu terkejut ketika kedua telinganya menangkap suara anak kecil yang terdengar sangat dekat. Kepalanya ia tolehkan, melihat sosok laki-laki sebaya dengan surai yang juga satu warna dengan miliknya.
Chifuyu segera mengikuti si orang asing dan berlari di belakangnya. Ia tidak peduli kalau anak dengan surai kuning terang ini salah satu komplotan orang dewasa itu atau bukan. Tapi kalau dari firasatnya sih, laki-laki ini terlihat seperti orang baik.
“Sampai.”
Chifuyu menghentikan langkah lebarnya ketika suara si lawan bicara kembali terdengar. Nafasnya terdengar tidak beraturan, kepalanya sedikit pusing dan tungkainya melemas karena ia lari terlalu banyak.
“Kamu siapa?” tanya Chifuyu ketika ia sudah mengambil posisi di atas rumput dengan santainya. “Kamu bukan orang jahat, 'kan?”
Laki-laki itu menggeleng dan tersenyum manis. “Aku bukan orang jahat. Namaku Takemichi, apa kamu pernah mendengar tentang anak laki-laki yang tidak pernah bertumbuh?” anak laki-laki bernama Takemichi itu segera melayangkan pertanyaan pada Chifuyu.
“Maksudmu, seperti Peter Pan?”
Takemichi menjentikan jarinya. “Bingo,” ujarnya seraya menyusul Chifuyu mengistirahatkan tubuhnya di atas rumput. “aku adalah Peter Pan.”
Chifuyu mundur beberapa langkah, kali ini irisnya melebar dengan sempurna. Kepala mungil laki-laki itu menggeleng tidak percaya.
“Mana mungkin, kamu tidak mungkin nyata karena aku hanya membaca tentangmu dan kaummu di buku untuk anak-anak. Buktikan padaku kalau kamu memang Peter Pan.” racau Chifuyu dengan tatapan curiganya.
Mana mungkin di dunia ini ada makhluk seperti itu? Anak laki-laki yang tidak akan bertumbuh tua?
Takemichi terkekeh, berbisik pada makhluk mungil di pundak kanannya dengan pelan. “Aku bisa terbang,” ujarnya dan satu sekon kemudian ia benar-benar melayang dengan serbuk berwarna emas mengelilingi tubuhnya.
“Mau kuantar pulang?” tawar Takemichi seraya mengulurkan tangan kanannya ke arah Chifuyu. “Tenang saja, tidak akan jatuh.”
Merasa pikirannya dibaca oleh si manusia aneh, Chifuyu mengulurkan tangan kirinya dan menggenggam tangan Takemichi yang sangat hangat walau ia hanya memakai baju berwarna hijau dengan tipe kaus lengan pendek dan celana pendek selutut.
“Bagaimana jika orang-orang melihat kita terbang?” tanya Chifuyu khawatir.
Takemichi menggeleng. “Tidak akan, mereka tidak akan melihat ke arah langit malam ini.” ujarnya lalu menarik Chifuyu dalam satu tarikan.
Chifuyu menjerit ketakutan, ini lebih menyeramkan dari dikejar oleh preman asing!
Chifuyu melamun sejak raga mungilnya memasuki kamar tidurnya setelah ia dimarahi Bunda karena pulang telat. Pikirannya benar-benar melayang, kembali mengingat pengalaman aneh yang ia alami kurang dari satu jam yang lalu. Ini bukanlah mimpi semata, namun semua ini tidak terasa nyata baginya.
Takemichi tadi berkata kalau ia akan kembali berkunjung esok malam. Ia akan mengetuk kamar Chifuyu sebanyak tiga kali dan ia ingin mendengar cerita Chifuyu tentang bagaimana rasanya menjadi anak sekolah.
Mungkin Chifuyu hanya stres karena tugas yang menumpuk atau mungkin, Chifuyu hanya lelah karena hari ini terlalu banyak berlari sejak pagi.
Mungkin di hari esok hidupnya akan kembali normal.
“Aku pulang!” teriak Chifuyu saat tangannya memutar gagang pintu dengan semangat. Hari ini suasana hati Chifuyu sedang baik karena ia mendapat nilai bagus.
Tidak ada yang menyahut kalimat ceria Chifuyu. Laki-laki dengan surai terang itu melangkah masuk tanpa suara. Ia sudah biasa dengan situasi seperti ini, pulang sekolah dengan keadaan rumah yang kosong karena kedua orang tuanya bekerja seharian.
Chifuyu sudah hafal dengan segala sesuatu yang harus ia lakukan ketika pulang sekolah; ia akan segera mandi sore dan melahap makan malamnya karena di atas meja, akan ada onigiri tiga rasa dan satu cup ramen instan—atau satu bungkus ramen instan untuk makan malam Chifuyu. Atau terkadang Bunda akan memasak makanan dan Chifuyu harus menghangatkannya.
“Kapan ya, Bunda sama Ayah pulang sore,” gumam Chifuyu seraya memasuki kamarnya yang tidak jauh dari kamar mandi. “Ah, sore ini cukup cerah.” lanjutnya ketika ia membuka jendela kamarnya. Langit terlihat cerah petang ini, oranye memanjakan iris Chifuyu dengan sempurna.
Chifuyu itu anak baik-baik. Ia segera menutup jendelanya dan berlari menuju kamar mandi karena ia tiba-tiba teringat dengan Bunda. Kalau ia terlambat mandi sore dan makan malam, ia pasti akan membuat Bunda kerepotan serta merasa khawatir. Maka dari itu ia segera membersihkan tubuhnya dan berlari menuju dapur untuk makan malam.
“Kalau malam ini Takemichi benar-benar datang, itu artinya aku tidak gila.” ujar Chifuyu di sela-sela makannya.
Di sekolah tadi, Chifuyu menceritakan beberapa temannya tentang Takemichi dan semua temannya dengan kompak mentertawakan Chifuyu. Mereka berkata kalau Chifuyu terlalu banyak membaca dongeng dan film anak-anak. Ada juga yang berkata kalau Chifuyu terlalu banyak belajar dan menjadi memiliki imajinasi yang liar. Ada juga yang mengatakan kalau Chifuyu sudah gila karena ungkapannya.
Laki-laki itu melirik ke arah jam dinding di dekat dispenser. Pukul delapan malam, sudah waktunya untuk belajar dan tidur.
Chifuyu mencuci mangkuk bekas mie miliknya dengan bersih dan cepat. Langkah mungilnya bergerak menuju kamar tidur dengan senandung riang terdengar dari bibir mungilnya.
Tok, tok, tok.
Chifuyu terperanjat kala tiga ketukan terdengar di jendela kamarnya yang sudah ia tutup dengan rapat. Apa itu Takemichi? Masa iya?
Ia membuka gorden dengan hati-hati, mengintip siapa yang berani mengetuk jendela kamarnya yang berada di lantai 3 ini.
Disana ada Takemichi, tersenyum riang seraya melambaikan tangannya dengan semangat ke arah Chifuyu.
“Hai!” sapanya riang kala Chifuyu membuka jendela kamarnya dengan hati-hati. “Oh, rumahmu sepi sekali.” komentarnya ketika ia tidak mendengar apapun setelah dipersilakan masuk oleh si empunya kamar.
“Orang tuaku memang belum pulang. Mereka akan pulang sekitar pukul sepuluh malam.”
“Jadi, kamu selalu sendirian?” tanyanya lagi. Chifuyu hanya membalasnya dengan satu anggukan kecil. “Tidak apa-apa, aku akan menemanimu setiap malam.”
Takemichi menepuk puncak kepala Chifuyu dua kali. Kedua matanya menghilang karena senyum, kedua pipi dan ujung hidungnya juga sedikit memerah karena mungkin karena kedinginan.
“Kapan-kapan akan kamu akan aku ajak ke tempatku,” ujar Takemichi seraya mengulurkan jari kelingkingnya pada Chifuyu. “Pinky promise.”
Chifuyu sedikit memiringkan kepalanya. “Kamu tahu pinky promise?” tanya Chifuyu kebingungan.
Takemichi mengangguk. “Tentu saja. Aku sudah berteman dengan banyak orang dan mereka mengajarkanku tentang banyak hal!”
Chifuyu tertawa lepas dan mengaitkan jari kelingking miliknya dengan Takemichi. “Kalau begitu, pinky promise.”
Chifuyu, 13 years old.
“Aku sudah bukan Chifuyu berumur sepuluh tahun, Takemichi.” laki-laki itu melayangkan protes ketika Takemichi berkata kalau Chifuyu jangan terlalu bergaul dengan orang dewasa.
Takemichi menghela nafasnya pelan. “Aku tahu kamu sudah semakin dewasa, tetapi aku tetap saja takut karena mereka jauh lebih dewasa dari kamu.” katanya dengan nada khawatir.
Keduanya saat ini tengah berada di kediaman Takemichi. Iya, Chifuyu sudah beberapa kali pergi ke dunia bernama Neverland yang menurutnya, sangat indah ini. Para binatang dapat berbicara—dan ia dapat mengerti tentang apa yang mereka bicarakan, pohon memberinya kehangatan, dan para peri juga sangat ramah walau beberapa dari mereka terlihat tidak menyukai manusia.
“Maaf karena sudah membuatmu khawatir,” ujar Chifuyu mendekati Takemichi yang sejak tadi berada di kasurnya. Si anak berusia tiga belas itu bergerak memeluk Takemichi dengan erat. “aku berjanji tidak akan melakukan hal yang akan membuatmu khawatir.”
Takemichi tersenyum tipis, tangannya bergerak memberi Chifuyu usapan di punggung. “Kamu harus berjanji pada dirimu sendiri, bukan padaku.” katanya dengan usapan pelan yang membuat Chifuyu sedikit mengantuk.
Chifuyu mengangguk pelan membalas kalimat Takemichi yang terdengar di indera pendengarnya. Chifuyu itu anak laki-laki penurut, ia tidak pernah berontak pada siapapun.
Bertemu dengan Takemichi adalah keajaiban bagi Chifuyu. Kehadiran laki-laki di dekapannya ini sama seperti rumah bagi Chifuyu karena ia jarang sekali menghabiskan waktu dengan seseorang sebab kedua orang tua Chifuyu yang sibuk mencari uang untuk membiayai kehidupan mereka bertiga.
Chifuyu itu kesepian, ia tidak bisa mengelak karena memang begitu kenyataan yang ia dapatkan. Terkadang, Chifuyu butuh seorang teman untuk bercerita di rumah layaknya kawan-kawan sekolahnya.
Takemichi benar-benar datang sebagai penyelamat. Chifuyu menjadi terbuka dan ceria sejak ia berkenalan dengan Takemichi. Chifuyu bersyukur dapat bertemu dengan Takemichi walau pada awalnya ia sempat meragukannya karena siapa yang akan menyangka kalau Peter Pan itu nyata?
“Terima kasih sudah menjadi temanku.”
Takemichi tertawa ringan dan mengangguk pelan. “Tentu saja, aku akan menjadi temanmu selamanya.” ujarnya setelah menyelesaikan tawanya.
Teman selamanya, ya?
Chifuyu, 15 years old.
Lima tahun mengenal si anak yang tidak dapat menua membuat Chifuyu menjadi terbiasa melihatnya. Chifuyu akan semangat menyambut malam hari karena Takemichi akan datang berkunjung setiap malam. Entah ia akan menetap di rumah Chifuyu atau membawa Chifuyu ke tempat tinggalnya.
Bunda pernah bertanya pada anak semata wayangnya tentang kenapa Chifuyu selalu berisik setiap malam dan Chifuyu menjawabnya dengan aku hanya berbincang dengan televisi karena Takemichi pernah berkata kalau orang tua tidak boleh mengetahui keberadaannya.
Takemichi tidak bisa bertemu dengan orang biasa. Ia akan menghilang jika orang dewasa menemukannya dan Chifuyu tidak tahu akan fakta yang satu ini.
“Chifuyu,” panggil Takemichi pelan. Laki-laki itu memberi seluruh atensinya pada Chifuyu yang sibuk menatap televisi yang menayangkan seri animasi kesukaan Chifuyu.
“Ya?”
Takemichi dapat melihat kalau Chifuyu juga sudah menatap ke arahnya. Ia sudah sering berada di posisi seperti ini namun entah mengapa, rasanya ia tidak ingin memberi tahu Chifuyu akan hal penting ini.
Takemichi memasang senyum tipis yang terlihat palsu, matanya berusaha menatap lurus pada si biru terang milik Chifuyu dengan fokus.
“Aku rasa, malam ini adalah malam terakhir dimana kita dapat menghabiskan waktu bersama.” ujar Takemichi pahit. Kali ini matanya sudah tidak menatap ke arah Chifuyu, kepalanya tertunduk dalam.
Chifuyu memiringkan kepala miliknya sedikit. “Apa maksudnya? Aku tidak mengerti.” katanya berusaha untuk mengelak, ia tahu dengan jelas maksud dari kalimat Takemichi barusan.
“Mulai besok aku sudah tidak bisa bertemu denganmu lagi karena kamu sudah berusia lima belas tahun,” Takemichi mendongak, berusaha untuk terlihat kalau ia baik-baik saja. “kau tahu, aku tidak bisa bertemu dengan orang yang akan beranjak dewasa dan orang dewasa. Jika aku terus memaksakan diri bertemu dengan orang yang sudah berusia lima belas tahun—atau lebih, aku akan menghilang untuk selamanya.”
Chifuyu merasa dunianya hancur dalam satu detik. Ia tidak bisa bertemu lagi dengan Takemichi? Siapa yang akan menjadi teman bicaranya jika bukan Takemichi? Siapa yang akan memberinya pelukan hangat jika ia mengeluh kalau teman atau gurunya berperilaku menyebalkan kalau bukan Takemichi?
Chifuyu tidak dapat membayangkan bagaimana ia tanpa Takemichi. Ia sudah bergantung terlalu banyak pada Takemichi, ia tidak bisa membayangkan akan menjadi seperti apa dirinya jika tidak ada Takemichi setiap malam.
“Katamu, kita akan menjadi teman selamanya.” ujar Chifuyu setelah terdiam cukup lama. Ia kembali teringat akan ucapan Takemichi beberapa tahun lalu tentang teman selamanya.
Takemichi tersenyum pahit. “Aku memang akan menjadi temanmu selamanya. Aku akan selalu memperhatikan kamu dari jarak yang jauh.” ujarnya dengan tenang, memberitahu Chifuyu seakan ia juga melakukan hal ini pada temannya yang lain.
“Dunia ini tidak adil, bukan?” Chifuyu menatap Takemichi dengan kedua mata yang memerah dengan hidung yang juga memerah. “Kamu dapat melihatku tetapi jika aku melihatmu, kamu akan menghilang dari dunia.”
Dunia tidak adil, begitu kata Chifuyu.
Baru pernah ada yang bilang seperti ini pada Takemichi. Kawan-kawannya yang lain tidak pernah berbicara seperti ini dihadapannya.
Chifuyu memaksakan senyum, tangannya meraih tangan Takemichi dan mengusap punggung tangannya yanf hangat dengan pelan.
“Tidak apa-apa, aku ingin kamu terus berteman dengan orang baru dan terus hidup dengan bahagia. Kamu tidak perlu memikirkan aku lagi, kamu harus berjanji padaku.” Chifuyu menjeda kalimatnya cukup lama. Air matanya tanpa sadar terjatuh begitu saja kala ia berkedip. “Aku akan hidup dengan baik, aku berjanji padamu. Kamu juga harus berjanji kalau kamu akan menjalani hidup dengan bahagia dan aman. Beri anak-anak lain kehangatan yang sama seperti apa yang sudah kamu berikan padaku.”
Chifuyu itu dewasa, persis seperti apa yang gurunya katakan pekan lalu. Ia dapat berpikir dengan cepat dan menyimpulkan sesuatu dengan bijak dan lapang.
Takemichi tidak pernah menangis sepanjang hidupnya dan malam ini ia menangis hanya karena mendengar kalimat Chifuyu serta melihat ekspresi si anak lelaki yang berusaha dengan keras kalau ia baik-baik saja.
“Aku berjanji.”
Chifuyu tersenyum dengan lebar ketika mendengar suara Takemichi yang berjanji padanya.
“Kalau begitu, aku akan mengucapkan selamat tinggal dengan hati yang lega.”
Chifuyu, 20 years old.
Memori akan Takemichi tiba-tiba berputar begitu saja di benaknya kala ia menatap layar laptop yang menampilkan web jurnal untuk tugasnya.
Ia jadi rindu.
Takemichi masih berteman dengan manusia tidak, ya? Atau ia sedang berkelana mencari satu atau dua uang untuk rakyat di dunianya? Chifuyu hanya bisa merapalkan doa untuk sang kawan—ah, tidak, cinta pertamanya agar laki-laki itu selalu bahagia dan memiliki kehidupan yang lebih panjang.
“Michi, hati-hati dengan langkahmu!”
Teriakan nyaring itu menarik perhatian Chifuyu. Di kedai kopi ini, tidak biasanya ia mendengar seseorang berteriak seperti barusan. Di hadapannya ada dua orang laki-laki seumuran Chifuyu yang saling berhadapan. Yang bisa Chifuyu lihat adalah laki-laki dengan rambut pirang panjang sebahu tengah menatap seseorang yang membelakanginya dengan tajam, sepertinya laki-laki ini adalah yang berteriak.
“Mikey, aku bukan anak kecil. Kamu tidak perlu bertingkah seperti kamu adalah Ibu atau Ayahku.”
Chifuyu terdiam cukup lama ketika mendengar suara tersebut. Ia merasa sangat familiar dengan suara ini. Suaranya sama persis dengan suara milik Takemichi.
Ah, mungkin Chifuyu hanya terlalu rindu akan kehadiran Takemichi maka ia hanya merasa kalau suaranya mirip dengan suara Takemichi yang ia kenal.
“Ya sudah, aku tidak tahu kenapa kamu ingin duduk di dekat jendela tetapi aku dan Ken akan menunggumu di tempat yang tadi.” ujar si pirang yang disebut Mikey itu.
Chifuyu sudah tidak melihat ke arah keduanya. Ia hanya melihat ke arah jalan raya di hadapannya karena ia tengah duduk di salah satu kursi yang menghadap ke arah jendela dekat pintu masuk.
“Permisi, kursi di sebelahmu kosong?”
Lagi-lagi Chifuyu terkejut. Ia menoleh ke arah sumber suara dan bibirnya terasa kelu, matanya sedikit terasa panas.
Di hadapannya, ada Takemichi dengan versi lebih dewasa tengah tersenyum tipis ke arahnya dengan mata yang menunggu jawaban.
“Ah, iya.”
Chifuyu tidak bisa menjawab hal lain karena ia terlalu terkejut. Bagaimana bisa ia melihat laki-laki seumurnya yang amat sangat mirip dengan Takemichi yang ia temui sepuluh tahun yang lalu?
Tatapannya tidak dapat ia alihkan ke arah lain. Chifuyu terlalu takjub dan terharu sampai-sampai ia mengeluarkan air mata hanya karena melihat sosok di sampingnya.
“Eh? Kenapa kamu menangis?”
“Ah, tidak apa-apa. Aku hanya sedikit terkejut karena kamu mirip sekali dengan kawan lamaku. Maaf karena sudah memperhatikanmu seperti orang tidak punya sopan santun.” ujar Chifuyu meminta maaf dengan sopan. Tangannya mengusap pipi yang sudah basah akan air mata.
“Woah, apa aku semirip itu dengan kawan lamamu sampai-sampai kamu menangis seperti ini?” tanyanya pelan, Chifuyu membalasnya dengan anggukan kecil. “Kalau begitu aku juga bisa menjadi kawan barumu, namaku Hanagaki Takemichi, kamu bisa memanggilku dengan Takemichi saja.”
Hanagaki Takemichi, katanya.
Bahkan, namanya juga sama persis dengan Takemichi yang ia kenal.
Sepertinya, dunia memberi Chifuyu salah satu penghuni kesayangannya karena Chifuyu sudah menjadi penghuni yang baik selama ini.
Dunia tidak begitu buruk, ya?
“Matsuno Chifuyu. Itu namaku.”
2021.